Main games gratis

Try GameAccess.ca today for FREE!

Minggu, 24 Oktober 2010

Soeharto : Pahlawan atau Bukan ?

Partai Amanat Nasional (PAN) menolak 'meramaikan' polemik gelar pahlawan nasional untuk Soeharto. Keputusan akhir atas wacana tersebut sepenuhnya tergantung hasil seleksi pihak yang berwenang melakukan penilaian.

"Kriteria seseorang menjadi pahlawan nasional kan sudah ada. Kami serahkan sepenuhnya kepada dewan gelar," ujar Sekjen PAN, Taufik Kurniawan, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/10/2010).

Menurutnya, PAN tidak mau ikut-ikutan dalam kontroversi pro atau kontra isu tersebut. Taufik berharap semua pihak mempercayakan sepenuhnya kepada lembaga resmi yang mengetahui persis parameter pemberian gelar untuk pahlawan.

"Kita tidak boleh terjebak orang per orang tetapi lebih kepada bagaimana parameter seseorang diusulkan kepada pemerintah. Tinggal pemerintah yang menerima masukan itu dan menyelesaikannya sesuai standarisasi pahlawan nasional," papar Taufik.

Dia juga berharap semua kalangan tidak mengintervensi pemberian penghargaan kepada mantan Presiden Soeharto. Sebab, rakyat telah memberikan masukan kepada Kemensos dan tinggal menunggu keputusan di dewan gelar.

"Kita tidak boleh menginterfensi. Kita serahkan kepada Kemensos supaya dilakukan mekanisme yang sesuai," tandasnya..

Sebelumnya, Sekjen PKS Anis Matta mendukung penuh penetapan Soeharto menjadi pahlawan nasional. Anis menilai peranan Soeharto selama 32 tahun memerintah tak bisa diabaikan.

Politisi senior PKS itu beranggapan Soeharto telah berhasil membangun Indonesia selama 32 tahun berkuasa. Soeharto dinilai berhasil memajukan Indonesia di berbagai sektor.

Anis juga mengajak semua pihak tidak hanya melihat kesalahan Soeharto di masa lalu. Semua Presiden dianggap punya masalah masing-masing.

"Semua Presiden punya masalah. Memang Soekarno tidak punya masalah?. Kalau dibilang banyak utang, sekarang pemerintah juga banyak utang," terang Anis.(Sumber:Detik.com)

Jumat, 15 Oktober 2010

Gayus: Uang Ini Hanya Titipan Tuhan, Bu Hakim

Terdakwa kasus mafia hukum dan mafia pajak, Gayus Tambunan membuat pengunjung sidang tertawa terbahak-bahak. Ini ia lakukan saat menjawab pertanyaan hakim saat bersaksi dalam sidang terdakwa Haposan Hutagalung.

Adalah Hakim Albertina Ho yang mengaku penasaran, dari mana uang miliaran yang dimiliki Gayus.

"Dari mana saja sih saya kagum uang saudara banyak sekali?" tanya Hakim Albertina dalam sidang di Pengadilan Jakarta Selatan, Jumat 15 Agustus 2010.

Apa jawab Gayus? "Ya namanya rezeki, Bu hakim," kata Gayus, diikuti gelak tawa pengunjung sidang.

Ditambahkan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu, saat ini bukan masalah uang yang penting. Tapi bagaimana agar permasalahannya bisa cepat beres. "Uang ini hanya titipan Tuhan. Uang bisa dicari."

Gayus lantas bercerita, banyak pelajaran yang ia dapat dari kasusnya. salah satunya 'dipaksa' belajar hukum.

"Dulu saya sibuk, urusan kantor saya tahunya beres. Sekarang di tahanan banyak baca kasus saya," kata dia.

Dalam kesaksiannya dalam kasus Haposan, Gayus menyatakan mantan pengacaranya itu tidak pernah mendampingi dirinya selama proses penyidikan, bahkan juga tidak saat persidangan.

Haposan, kata dia, hanya mendampingi jelang kasusnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tangerang.

Gayus diperkarakan karena diduga telah melakukan rekayasa pajak dan melakukan praktik penyuapan terhadap penegak hukum.

Sementara, Haposan dijerat dengan tuduhan telah melakukan atau turut serta melakukan merintangi, mencegah, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung proses penyidikan, penuntutan dan persidangan perkara korupsi.

Sumber : Vivanews

Selasa, 12 Oktober 2010

Divonis 1,5 Tahun, Sjahril Masih Pikir-pikir

Sjahril Djohan belum mengajukan upaya banding atas vonis 1,5 tahun yang diketok majelis hakim. Sjahril masih pikir-pikir atas vonis yang menilai dirinya sebagai perantara suap ke Komisaris Jenderal Susno Duadji.

"Putusan ini berat. Seharusnya saya bebas," kata Sjahril di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 12 Oktober 2010.

Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang diketuai Sudarwin, menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara kepada Sjahril. Selain itu, Sjahril juga harus membayar denda Rp50 juta atau jika tidak membayar, hukumannya ditambah empat bulan penjara.

Pengacara Sjahril, Hotma Sitompoel, menyatakan hakim sudah cukup jeli dan adil dalam mengambil putusan itu. "Tapi yang jadi masalah hanya satu pasal yang kita beda pendapat," ujar Hotma.

Pasal yang dimaksud adalah mengenai vonis hakim yang menyatakan Sjahril terbukti melanggar ketentuan dalam Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau sesuai dengan dakwaan kedua subsidair.

Menurut Majelis Hakim, Sjahril terbukti bersalah karena memberikan uang Rp500 juta kepada mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Susno Duadji pada akhir Desember 2008.

"Terdakwa meletakkan amplop coklat BCA di sofa saat datang ke rumah Susno Duadji," kata salah satu hakim yang membacakan putusan secara bergantian. Setelah meletakkan amplop itu, terdakwa pulang. Dalam sidang sebelumnya, uang ini terkait dengan kasus mafia Arwana yang menyeret nama PT Salma Arowana Lestari.

Sumber : Vivanews

Jumat, 08 Oktober 2010

Buron KPK Anggoro Widjojo Ada di Hong Kong

 Buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Anggoro Widjojo terlacak di Hong Kong. Anggoro adalah tersangka dugaan korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan.

"Anggoro kini sama saya di Hong Kong," kata pengacara OC Kaligis saat dihubungi VIVAnews, Jumat 8 Oktober 2010.

Kaligis mengungkapkan, ia dan kliennya sedang menggelar rapat. Namun tidak dijelaskan terkait apa rapat yang dilakukan.
Beberapa waktu lalu, saat kasus yang melibatkan adiknya Anggodo Widjojo mencuat ke publik, Anggoro terdeteksi di Singapura.

Ditanya, apakah Anggoro tidak berniat pulang ke Indonesia? Kaligis menjawab, "Hukum di Indonesia tidak adil. Anggoro akan pulang kalau di Indonesia ada keadilan."

Contoh ketidakadilan hukum Indonesia, kata dia, kliennya Anggodo Widjojo, kini masuk bui karena diperas Ary Muladi. "Ary Muladi yang memeras malah dilindungi KPK, sedangkan Anggodo dimasukkan penjara. Di mana adilnya coba?" kata dia.

Apakah KPK tahu keberadaan Anggoro ini? "Sejauh ini kami belum dapat informasi itu," kata juru bicara KPK Johan Budi SP.

Sumber : Vivanews

Kamis, 07 Oktober 2010

Cerita Sedih Panda Nababan Jadi Tersangka KPK

Panda Nababan, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, memanfaatkan betul rapat dengar pendapat komisinya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Panda yang ditetapkan tersangka korupsi oleh KPK menceritakan kisah sedih menjadi pesakitan KPK. Ia bercerita, beberapa hari sebelum ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004 pada 1 September 2010, beritanya sudah muncul  di sebuah koran. Berita itu, kata Panda, berjudul: "Ditangkap anggota Komisi III berinisial PN. Anggota Komisi III itu diduga tersangkut masalah di KPK."

Panda mempertanyakan standar kerja KPK. Dia membaca di sebuah majalah, ada seorang penyidik KPK yang membuka hasil pemeriksaan saksi. "Ini harusnya jadi pertimbangan, bagaimana penyidik bisa umbar hasil penyelidikan ke luar," katanya.

Lalu pada 1 September, barulah muncul berita KPK menetapkan dia sebagai salah satu dari 26 tersengka penerima suap. Panda disebut mendapat suap Rp1,45 miliar. "Sejak masalah ini ada, hubungan saya dengan beberapa orang di KPK terganggu," kata Panda, Kamis 7 Oktober 2010.

Sejak itu, Panda merasa menjadi korban pembunuhan karakter.

"Anak saya yang di UPH sedang selesaikan skripsi, berdebat dengan dosennya, lalu menangis," kata Panda. "Mengapa kamu nangis, Bapak kamu tersangka? Dosennya bilang begitu," kata Panda. Lalu, "Ketika saya hadir di pesta, semua orang buang muka dari saya," ujar Panda.

Cerita Panda tak selesai di sana. "Sekarang ini, kalau ada orang yang saya telepon, terus tak mau diangkat, alasannya karena telepon Pak Panda takut disadap," ujarnya.

KPK menyangkakan Panda dan para anggota DPR itu melanggar ketentuan mengenai penyuapan yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Sumber : Vivanews

Selasa, 05 Oktober 2010

Cirus Sinaga Tidak Terlibat Kasus Gayus


Kejaksaan Agung telah merampungkan evaluasi bersama sejumlah jaksa yang menangani perkara mafia pajak dan hukum Gayus Tambunan. Kesimpulan akhir, Kejaksaan menilai Cirus Sinaga tidak terlibat tindak pidana dalam perkara Gayus.

"Hasil yang kami simpulkan, tidak diperoleh bukti peranan Jaksa CS dari segi pidana. Tidak ada satu bukti pun terkait penerimaan dana atau suap," ujar Jaksa Agung Darmono usai rapat pimpinan di Kejaksaan Agung, Selasa 5 September 2010.

Darmono menambahkan, "upaya menghalangi penyidikan itu hanya bisa dilakukan oleh orang di luar penyidik atau penuntut umum. Sehingga dengan demikian, dari fakta yang kita peroleh sejauh ini belum diperoleh bukti yang cukup."

Terkait aspek pidana, Darmono menyerahkan sepenuhnya pada kewenangan Mabes Polri. "Dan kami siap menindak lanjuti hasil temuan Mabes Polri," ujar Darmono.

Jaksa Cirus Sinaga telah dicopot dari jabatannya sebagai Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah karena kasus Gayus ini. Selain Cirus, mantan Direktur Pra-Penuntutan Kejaksaan Agung Poltak Manulang juga dicopot.

Saat itu, Cirus dan Poltak dinilai sengaja tidak cermat dalam menangani perkara pajak Gayus Tambunan. Tim pengawas internal Kejaksaan Agung menilai, Cirus dan Poltak merupakan pejabat yang paling bertanggungjawab dalam perkara Gayus Tambunan.

Keduanya dinilai melanggar pasal 2 huruf f, g, h, serta pasal 3 huruf h Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Tim pengawasan internal kejaksaan yang dipimpin oleh Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi, Suroso, itu telah memeriksa 9 orang.

Sementara dalam sidang, Gayus Tambunan menyatakan bahwa dirinya menggelontorkan uang Rp20 miliar melalui pengacaranya. uang ini untuk memuluskan agar rekeningnya di sejumlah bank dan rumah tidak disita. Gayus menyebut, Rp5 miliar diserahkan untuk jaksa.

Sumber : Vivanews

Senin, 04 Oktober 2010

Hamka Yandhu Jadi Saksi Golkar di KPK

 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memeriksa mantan legislator, Hamka Yandhu terkait dengan pengusutan kasus suap yang menjerat 26 mantan anggota DPR lainnya dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004 yang dimenangkan Miranda Swaray Goeltom.

"Diperiksa sebagai saksi untuk Golkar," ucap Hamka yang mengenakan kemeja putih bergaris kepada wartawan sebelum memasuki gedung KPK, Jakarta, Senin 4 Oktober 2010.

Hamka tiba di Kantor KPK sekitar pukul 10.30 Wib diantar menggunakan mobil tahanan dari Rumah Tahanan Kelas I Cipinang.

Pada Senin 17 Mei 2010, Hamka Yandhu divonis pidana 2,5 tahun dalam kasus suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Selain itu, Hamka diwajibkan membayar uang denda Rp 100 juta.

Vonis Hamka ini paling berat dibandingkan vonis-vonis rekan sejawatnya yang sudah disidang sebelumnya, yakni Udju Juhaeri (2 tahun), Dudhie Makmun Murod (2 tahun), dan Endin AJ Soefihara (1 tahun 3 bulan).

Dalam kasus ini, sebanyak 26 anggota Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 juga telah ditetapkan sebagai tersangka. KPK menduga 26 politisi yang berasal dari Fraksi Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi PPP menerima suap usai memilih Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.

Namun, Miranda Swaray Goeltom pada Senin 5 April 2010 membantah telah mengeluarkan 480 lembar cek perjalanan pasca dirinya terpilih menjadi Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004-2009.

"Saya kaget ada hal itu," kata Miranda saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Miranda mengaku baru mengetahuinya setelah ada pengakuan dari Agus Condro Prayitno.

KPK menyangkakan para mantan anggota DPR itu melanggar ketentuan mengenai penyuapan, yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana

26 mantan anggota DPR yang diduga menerima suap adalah:
Golkar
1. Ahmad Hafiz Zawawi (AHZ) Rp600 juta
2. Marthin Bria Seran (MBS) Rp250 juta
3. Paskah Suzetta (PSz) Rp600 juta
4. Boby Suhardiman (BS) Rp500 juta
5. Antony Zeidra Abidin (AZA) Rp600 juta
6. TM Nurlif (MN) Rp550 juta
7. Asep Ruchimat Sudjana (ARS) Rp150 juta
8. Reza Kamarullah (RK) Rp500 juta
9. Baharuddin Aritonang (BA) Rp350 juta
10. Hengky Baramuli (HB) Rp500 juta

PDIP
1. Agus Condro Prayitno (ACP) Rp500 juta
2. Max Moein (MM) Rp500 juta
3. Rusman Lumbantoruan (RL) Rp500 juta
4. Poltak Sitorus (PS) Rp500 juta
5. Williem Tutuarima (WMT) Rp500 juta
6. Panda Nababan (PN) Rp1,45 miliar
7. Engelina Pattiasina (EP) Rp500 juta
8. Muhammad Iqbal (MI) Rp500 juta
9. Budiningsih (B) RP500 juta
10. Jeffrey Tongas Lumban (JT) Rp500 juta
11. Ni Luh Mariani Tirtasari (NLM) Rp500 juta
12. Sutanto Pranoto (SP) Rp600 juta
13. Soewarno (S) Rp500 juta
14. Matheos Pormes (MP) Rp350 juta

PPP1. Sofyan Usman (SU) Rp250 juta
2. Daniel Tandjung (DT) Rp500 juta.

Sumber : Vivanews